Senin, 14 Mei 2012

B3 K3

BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Pengertian B3 Pengelolaan Limbah B3 ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19 tahun 1994 yang dibaharui dengan PP No. 12 tahun 1995 dan diperbaharui kembali dengan PP No. 18 tahun 1999 tanggal 27 Februari 1999 yang dikuatkan lagi melalui Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tanggal 26 November 2001 tentang Pengelolaan Limbah B3. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, mungkin menimbulkan atau membebaskan debu-debu, kabut, radiasi, uap, dan gas yang mungkin dapat menimbulkan iritasi, kebakaran, ledakan, korosi, mati lemas, keracunan, dan bahaya-bahaya lain dalam jumlah yang memungkinkan gangguan kesehatan orang yang bersangkutan serta dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya; Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain. Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau jumlahnya mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan, apapun jenis sisa bahannya. Identifikasi dan Klasifikasi B3 Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori, yaitu: 1. Berdasarkan sumber 2. Berdasarkan karakteristik Golongan limbah B3 yang berdasarkan sumber dibagi menjadi: • Limbah B3 dari sumber spesifik; • Limbah B3 dari sumber tidak spesifik; • Limbah B3 dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan dan buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Sedangkan golongan limbah B3 yang berdasarkan karakteristik ditentukan dengan: • mudah meledak (explosive) • pengoksidasi (oxiding) • sangat mudah sekali menyala (extremely flammable) • sangat mudah menyala (highly flammable) • mudah menyala (flammable) • amat sangat beracun (extremely toxic) • sangat beracun (highly toxic) • beracun (moderately toxic) • berbahaya (harmful) • korosif (corrosive) • bersifat iritasi (irritant) • berbahayabagi lingkungan (dangerous to the environment) • karsinogenik (carcinogenic) • teratogenik (tertogenic) • mutagenic (mutagenic) Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari PP No. 18 tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu: • mudah meledak; • mudah terbakar; • bersifat reaktif; • beracun; • menyebabkan infeksi; • bersifat korosif. Peningkatan karakteristik materi yang disebut B3 ini menunjukan bahwa pemerintah sebenarnya memberikan perhatian khusus untuk pengelolaan lingkungan Indonesia. Hanya memang perlu menjadi perhatian bahwa implementasi dari Peraturan masih sangat kurang di negara ini. Untuk di lingkungan pabrik XIP, jenis B3 yang wajib dikelola diantaranya yaitu bahan bakar solar/bensin dan oli. Pengelolaan B3 ini khususnya mengacu pada 1. UU No 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup 2. PP No 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun Singkatnya, penggunaan/pemakaian bahan bakar minyak tanah/solar/bensin dan oli di lingkungan pabrik tidak diperbolehkan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan (air, udara dan tanah). Ceceran/ tumpahan B3 harus diminimalkan sekecil mungkin (termasuk di lokasi kebun tebangan), dengan cara: 1. memiliki catatan penggunaan B3 2. memiliki tempat penyimpanan B3 yg layak (lokasi dan konstruksi) 3. setiap kemasan diberi simbol dan label 4. memiliki sistem tanggap darurat dan prosedur penanganan B3 5. melaksanakan uji kesehatan secara berkala 6. menanggulangi kecelakaan sesuai dengan prosedur 7. mengganti kerugian akibat kecelakaan 8. memulihkan kondisi lingkungan hidup yang rusak dan tercemar Penjelasan klasifikasi yang di maksud di atas : a. Mudah meledak (explosive), adalah bahan yang pada suhu dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya. Pengujiannya dapat dilakukan dengan menggunakan Differential Scanning Calorymetry (DSC) atau Differential Thermal Analysis(DTA),2,4dinitrotoluena atau Dibenzoil-peroksida sebagai senyawa acuan. Dari hasil pengujian tersebut akan diperoleh nilai temperatur pemanasan. Apabila nilai temperatur pemanasan suatu bahan lebih besar dari senyawa acuan, maka bahan tersebut diklasifikasikan mudah meledak. b. Pengoksidasi (oxidizing) Pengujian bahan padat yang termasuk dalam kriteria B3 pengoksidasi dapat dilakukan dengan metoda uji pembakaran menggunakan ammonium persulfat sebagai senyawa standar. Sedangkan untuk bahan berupa cairan, senyawa standar yang digunakan adalah larutan asam nitrat. Dengan pengujian tersebut, suatu bahan dinyatakan sebagai B3 pengoksidasi apabila waktu pembakaran bahan tersebut sama atau lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar. c. Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable) adalah B3 baik berupa padatan maupun cairan yang memiliki titik nyala dibawah 0 C dan titik didih lebih rendah atau sama dengan 35 C. d. Sangat mudah menyala (highly flammable) adalah B3 baik berupa padatan maupun cairan yang memilik titik nyala 0 C - 21 C. e. Mudah menyala (flammable) mempunyai salah satu sifat sebagai berikut 1. Berupa cairan Bahan berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan atau pada titik nyala (flash point) tidak lebih dari 60 C (140F) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Pengujiannya dapat dilakukan dengan metode Closed-Up Test. 2. Berupa padatan B3 yang bukan berupa cairan, pada temperatur dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg) dengan mudah menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus dalam 10 detik. Selain itu, suatu bahan padatan diklasifikasikan B3 mudah terbakar apabila dalam pengujian dengan metode Seta Closed-Cup Flash Point Test diperoleh titik nyala kurang dari 400C. f. Cukup jelas g. Cukup jelas h. Beracun (moderately toxic) NO Kelompok LD50(mg/kg) 1 Amat sangat beracun (extremely toxic) >1 2 Sangat beracun (highly toxic) 1 - 50 3 Beracun (moderately toxic) 51 - 500 4 Agak beracun (slightly toxic) 501 – 5000 5 Praktis tidak beracun (practically non-toxic) 5001 – 15000 6 Relatif tidak berbahaya (relatively harmless) >15000 B3 yang bersifat racun bagi manusia akan menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut. Tingkatan racun B3 dikelompokkan sebagai berikut : i. Berbahaya (harmful) adalah bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan sampai tingkat tertentu. j. Korosif (corrosive) B3 yang bersifat korosif mempunyai sifat antara lain : 1) Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit; 2) Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55 C; 3) Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam dan sama atau besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa. k. Bersifat iritasi (irritant) Bahan baik padatan maupun cairan yang jika terjadi kontak secara langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir dapat menyebabkan peradangan. l. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment) Bahaya yang ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan. m. Karsinogenik (carcinogenic) adalah sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel liar yang dapat merusak jaringan tubuh. n. Teratogenik (teratogenic) adalah sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio. o. Mutagenik (mutagenic) adalah sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti dapat merubah genetika. Di lingkungan kebun, B3 yang banyak ditemukan adalah jenis pestisida. Kadang-kadang kita masih menjumpai beberapa warga masih menyalahgunakan fungsi pestisida, salah satunya yaitu untuk menangkap ikan. Kebiasaan ini tentu melanggar hukum, karena nyata-nyata melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan. Oleh karena itu XIP mewajibkan bagi anggota kelompok tani, suplayer dan karyawan untuk TIDAK menangkap ikan dengan cara-cara terlarang, sesuai dengan Perda Kab. Musi Rawas No 11 tahun 2005 tentang Larangan Menangkap Ikan dengan Bahan dan Alat-alat Terlarang pasal 3 yang berbunyi: Setiap orang atau badan dilarang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan: a. Bahan beracun dan sejenisnya b. Bahan dan alat peledak c. Alat yang menghasilkan atau mengandung arus listrik d. Alat jaringan atau corong dan sejenisnya dengan ukuran minimal ½ In (setengah inchi) XIP juga mewajibkan kepada karyawan, suplayer dan petani berkaitan dengan PP No 13 tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru pasal 20 menyebutkan: Perburuan tidak boleh dilakukan dengan cara : a. menggunakan kendaraan bermotor atau pesawat terbang sebagai tempat berpijak b. menggunakan bahan peledak dan atau granat; c. menggunakan binatang pelacak; d. menggunakan bahan kimia; e. membakar tempat berburu; f. menggunakan alat lain untuk menarik atau menggiring satwa buru secara massal; g. menggunakan jerat/perangkap dan lubang perangkap; h. menggunakan senjata api yang bukan untuk berburu Penerapan Penyimpanan B3 Penyimpanan bahan beracun dan berbahaya dalam gudang dapat dibedakan menurut jenisnya sebagai berikut : 1. Bahan mudah meledak. Bahan tersebut meliputi bahan peledak, korek api, dan barang metalik yang peka. Tempat penyimpanan harus terletak jauh dari bangunan-bangunan agar pengaruh peledakan sekecil mungkin. Harus ada ketentuan tentang penyimpanan, seperti : ruang untuk penyimpanan bahan peledak harus kokoh dan tetap dikunci sekalipun tidak dipergunakan. Penyimpanan tidak boleh dilakukan di dekat bangunan yang di dalamnya terdapat oli, gemuk, bensin, dan bahan-bahan sisa yang dapat terbakar. Tempat penyimpanan harus berjarak paling sedikit 60 m dari sumber tenaga, terowongan, bendungan, jalan raya, dan bangunan. Ada baiknya dimanfaatkan perlindungan seperti : bukit, tanah cekung, belukar, atau hutan yang lebat. Penghalang buatan berupa dinding, tanah, atau batu kadang-kadang ditempatkan disekitar tempat penyimpanan. Ruang penyimpanan harus mendapatkan pengudaraan yang baik dan bebas dari kelembaban. Untuk penerangan harus dipakai penerangan alam atau lampu listrik yang dapat dibawa atau penerangan dari luar penyimpanan. Lantai harus dibuat dari bahan yang tidak menimbulkan loncatan api. Daerah sekitar tempat penyimpanan harus terbebas dari rumput-rumput kering, sampah, atau sesuatu yang dapat terbakar. 2. Bahan-bahan yang mengoksidasi. Bahan-bahan ini kaya akan oksigen, membantu memperkuat proses pembakaran. Beberapa dari bahan ini membebaskan oksigen pada suhu penyimpanan, sedangkan yang lain masih perlu pemanasan. Jika wadah bahan tersebut rusak, isinya mungkin bercampur dengan bahan yang mudah terbakar dan memulai terjadinya api. Resiko dapat dicegah dengan mengadakan tempat penyimpanan secara terpisah dan sendiri, tetapi hal tersebut tidak selalu praktis seperti halnya pada saat pengangkutan. Adalah berbahaya untuk menyimpan bahan-bahan pengoksidasi kuat didekat cairan yang mudah terbakar. Oleh karena itu untuk keamanan lebih baik menjauhkan semua bahan yang dapat menyala terhadap bahan-bahan yang mengoksidasi. Tempat penyimpanan bahan pengoksidasi harus sejuk, mendapat pertukaran udara yang baik dan tahan api. 3. Bahan-bahan yang dapat terbakar. Daerah penyimpanan harus terletak jauh dari sumber panas, bahan-bahan yang sangat mudah terbakar harus disimpan terpisah dari bahan oksidator kuat. Instalasi listrik tempat penyimpanan harus dihubungkan ke tanah dan harus di periksa secara berkala. Katup-katup tangki cairan yang dapat terbakar harus diberi label dan pipa-pipa saluran dicat dengan warna yang mudah dibedakan dan tanda-tanda yang jelas tentang macam cairan dan arah aliran. Tangki yang diisi dengan cairan yang demikian harus ditempatkan pada lerengan yang jauh dari bangunan. Bila tempatnya datar, harus dibuat parit yang dapat menampung cairan sehingga tidak menyebar. 4. Bahan-bahan beracun. Tempat penyimpanan harus sejuk dengan pertukaran udara yang baik, tidak terkena sinar matahari langsung dan jauh dari sumber panas, karena jika panas akan berakibat penguraian dari zat tersebut. Bahan-bahan yang dapat bereaksi satu dengan lainnya harus disimpan secara terpisah. 5. Bahan-bahan korosif. Bahan-bahan korosif dapat merusak wadah tempat penyimpanannya dan bocor keluar atau menguap ke udara sehingga bereaksi dengan bahan-bahan organic atau bahan-bahan kimia lain. Daerah penyimpanan bahan korosif harus terpisah dari bagian bangunan lainnya dengan dinding dan lantai tidak tembus dan disertai perlengkapan untuk penyaluran tumpahan. Ventilasinya harus baik. Perlengkapan pertolongan pertama harus tersedia di tempat penyimpanan, seperti shower untuk mandi dan cuci mata. Skema penyimpanan bahan berbahaya (storage of dangerous substances) Skema syarat penyimpanan bahan berbahaya adalah sebagai berikut : Skema syarat penyimpanan F E T R O H F + - - - - + E - + - - - - T - - + - - - R - - - + - - O - - - - + 0 H - - - - 0 + Keterangan : 1. F : Flammable. 2. E : Explosive. 3. T : Toxic. 4. R : Radioactive. 5. O : Oksidator. 6. H : Harmful. 7. + : Dapat di simpan bersama. 8. 0 : Dapat di simpan bersama tetapi di beri perlakuan khusus. 9. - : Tidak dapat di simpan bersama. Syarat ruangan sebagai berikut (Imamkhasani, 1998) : Skema syarat ruangan Bahan Jauh dari sumber api Ventilasi Dingin Kering Mudah terbakar V V V V Explosive V V V V Oxidator V V V V Reaktif terhadap air V V V V Reaktif terhadap asam V V V V Korosif V V V V Beracun V V V V Gas bertekanan V V V V Pengelolaan dan Pengolahan Limbah B3 Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan.Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH juga ditembuskan ke Bapedalda setempat. Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan: • Lokasi pengolahan Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam area penghasil harus: 1. daerah bebas banjir; 2. jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter; Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus: 1. daerah bebas banjir; 2. jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan lainnya; 3. jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum minimum 300 m; 4. jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300 m; 5. jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung) minimum 300 m. • Fasilitas pengolahan Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi: 1. sistem kemanan fasilitas; 2. sistem pencegahan terhadap kebakaran; 3. sistem pencegahan terhadap kebakaran; 4. sistem penanggulangan keadaan darurat; 5. sistem pengujian peralatan; 6. dan pelatihan karyawan. Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil pun berdampak besar terhadap lingkungan. • Penanganan limbah B3 sebelum diolah Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah. • Pengolahan limbah B3 Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb: 1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi, adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa. 2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll. 3. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir 4. proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah. • Hasil pengolahan limbah B3 Memiliki tempat khusus pembuangan akhir limbah B3 yang telah diolah dan dilakukan pemantauan di area tempat pembuangan akhir tersebut dengan jangka waktu 30 tahun setelah tempat pembuangan akhir habis masa pakainya atau ditutup. Perlu diketahui bahwa keseluruhan proses pengelolaan, termasuk penghasil limbah B3, harus melaporkan aktivitasnya ke KLH dengan periode triwulan (setiap 3 bulan sekali).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar